Sunday, September 28, 2014

Sepenggal Cerita Kuliner dari Tanah Komodo

Awal bulan ini saya berkesempatan mengunjungi salah satu pulau di daerah nusa tenggara, tepatnya kab manggarai timur. Perjalanannya lumayan melelahkan, dengan penerbangan jam 5 pagi, kami menuju bandara dari rumah jam 4 pagi untuk penerbangan ke denpasar bali. Menunggu sekitar 5 jam, dilanjutkan penerbangan menuju labuan bajo. Kemudian dilanjutkan perjalanan darat sekitar 7 jam yang jalannya luar biasa mengerikan, sebelah kiri jurang sebelah kanan tebing batu, jalannya yg tidak terlalu lebar masih diperbaiki dan belokan seperti tapal kuda hampir sepanjang perjalanan, sepertinya kelokanya melebihi kelok 44 dipadang, sayang saking tegang dan banyaknya saya tak sempat menghitungnya.
Dipagi hari, kami disuguhi sarapan roti kompyang, penampakannya seperti roti simit ala turki, roti tanpa isi yg atasnya ditaburi wijen. Saat pagi hari kami mencicipi, rasanya biasa saja. Tak kala sore hari, terasa enak sekali. Ternyata oh ternyata, roti kompyang yang dibeli di toko sebaiknya digoreng, jadi dari segi rasa dan tekstur mirip donat tapi terasa lebih enak karena terbalut wijen.


Tak lengkap rasanya mencicipi roti kompyang tidak  ditemani secangkir kopi hitam. Kopi khas yang berasal dari ruteng, ibu kota kabupaten Manggarai timur. Kopi pahit ini rasanya enak, tak meninggalkan rasa asam dimulut dan nyaman diperut. 

Untuk makan siangnya saya lebih memilih yang aman saja, seperti ikan cakalang bakar ini,
Beberapa pemuda memilih makan malam biawak yg mereka temukan diantara rumpun bambu, katanya sih hanya dibakar saja, entahlah saya sudah seram melihatnya saja. Pak awi sempat memegang dan berfoto, saya sih jauh-jauh saja.


Untuk makan malam saya sih lebih baik memilih ikan bakar warna warni yang bisa pilih sesuka hati.
Saya memilih ikan baronang merah yg hanya dibumbui sederhana, rasanya pedas asin gurih plus lalaban yang ditaburi bumbu kelapa seperti urap tanpa kencur.

Kuliner di flores menjadi terbatas karena masalah kehalalan dan ragam khasnya sangat terbatas sekali. Padahal Hasil buminya banyak dan luar biasa enaknya, hanya sepertinya masyarakat asli kurang ide dan kreatif. Seperti alpukat dan jeruknya, luar biasa enaknya. Alpukat jarang disukai sehingga hanya dijadikan makanan babi saja. Kami ditertawakan, karena begitu menikmati rasa si alpukat yang besarnya seperti kepala anak balita. Rasanya enak sekali, seandainya bisa dikirim dijawa, bisa dijadikan es teler, cake, es krim dan lain sebagainya. Sayangnya belum ada yang berpikiran mengirimnya ke jawa. Beberapa pohon enau penghasil kolang kaling yg lebat dibiarkan saja, mereka hanya mengambil airnya saja untuk tuak, sedangkan kolang kalingnya dibiarkan begitu saja, duuuh sayangnya.... bahkan mereka tidak tahu kalau jengkol bisa dimakan hehe....







2 comments:

  1. itu asli tuh ikan nya warnawarni gitu ..hahaha unik tuh

    ReplyDelete
  2. asli looh... ayo berkunjung ke labuan bajo untuk membuktikannya hehe... bingung deh liat ikan berwarna ngejreng...

    ReplyDelete

matched content: