Wednesday, August 31, 2016

Sate Kajang Tanda Persahabatan

Sate Kajang Ayam dan Daging Sapi
Tak ada yang kebetulan di dunia ini. Semua telah diatur oleh-Nya. Pertemuan, perpisahan. Sebuah persahabatan bahkan bisa dimulai dari sebuah pertemuan yang awalnya tampak tak disengaja.


***



Tahun lalu, saya mudik ke tanah air sendiri. Dua kali. Yang pertama, ketika hendak mengunjungi ayahanda yang sedang terbujur sakit. Kepergian pertama, saya terbang dari Berlin. Yang jaraknya sekitar 700 km dari rumah.



Saat itu, selain tiket dari sana lebih murah, ada pekerjaan yang ingin saya lakukan. Sambil menyelam minum air. Tapi jangan sampai sekalian tenggelam, yah. :)

Pekerjaan selesai, saya pun langsung menuju bandara Tegel. Pesawat saya masih lama. Jadi saya niatkan duduk-duduk santai di bandara. Bandara Tegel ini bandara kecil tapi ramai. Bandara baru Berlin belum juga dibuka. Maka saya pun kesulitan mencari tempat duduk lowong. Beberapa lama mencari, tampak ada bangku tak berpenghuni di dekat seorang ibu berwajah Asia.

"Ibu dari Indonesia?" tanya saya.

"Malaysia," jawab beliau.

Beliau dengan ramah mempersilakan saya duduk di sebelahnya. Bahkan langsung ngajak ngobrol ngalor ngidul. Like an old friend.

Bu Asmah baru dari Paris. Dan transit sebelum menuju Moskow. Putri sulung beliau, Intan, akan diwisuda sebagai dokter di sebuah universitas di Rusia. Jadi mereka sekalian jalan-jalan. Berempat dengan suami dan putri bungsu.

Sate Kajang Haji Samuri, waralaba sate
Setelah ngobrol gayeng sekian lama, mereka harus masuk duluan. Bua Asmah berpesan, kalau ke Kuala Lumpur, saya kudu mampir ke rumah beliau di Kajang.

"Kita akan makan sate Kajang."

Mendengar nama satenya saya pun penasaran. Saya ingat-ingat terus nama Kajang. Seperti apa sih satenya. Saya tak sempat bertanya lebih jauh. Entah, dari apa itu sate. Katanya sih terkenal banget. Sampai ada yang bilang, belum sah ke Kajang kalau belum makan satenya.

***
Akhir tahun lalu, saya sempat kembali ke tanah air, dan transit di Kuala Lumpur. Akan tetapi saat itu tak memungkinkan untuk menghabiskan waktu lebih banyak di sana. Maka ketika mudik tahun ini kami bakal transit lagi di Kuala Lumpur. Saya putuskan stay lebih lama sebelum kembali ke Jerman.

Di sela-sela waktu kami di ibukota Malaysia ini. saya niatkan untuk menemui Bu Asmah. Niat lainnya, tentu untuk mencicipi sate Kajang. hehehe.

Saya pun mengontak putri beliau. Lalu alamat dan nomor telefon beliau saya dapatkan. Kami pun janjian di suatu sore. Saya ajak anak gadis mengembara di Kuala Lumpur. Naik komuter dari stasiun pusat Kuala Lumpur menuju Kajang.

Durian lokal Malaysia
Di jam-jam biasa, komuter datang 45 menit sekali. Pas kami smapai stasiun, komuter yang lewat Kajang baru saja berangkat. Ya sutralah, kami menunggu kereta berikutnya. Sampai di sana, kami hendak menelpon Bu Asmah, Ndilalh, nomor telefon beliau tak saya simpan. Saya pun naik taksi. Alhamdulillah, setelah diajak muter-muter sejenak oleh sopir taksi, kami sampai di sana.

Kami langsung tenggelam dalam obrolan seru. Bertukar kabar. Di ruang tamu sedang tidur beberapa anak lelaki. Bu Asmah menjaga mereka kala orang tuanya bekerja. Saya pilih duduk di kursi makan. Agar bisa terus berbincang dengan Bu Asmah.

Di atas meja makan tersaji buah-buahan dalam jumlah banyak. Buah-buhan lokal yang saya suka. Langsat, manggis, dan pulasan. Langsat dan manggis sedang tidak musim ketika saya berada di kampung halaman di Jawa Timur.

Sedangkan buah pulasan tidak pernah saya lihat di Jawa. Kata suami, di Sumatera ada buah tersebut. Isi dan rasanya mirip rambutan. Akan tetapi kulitnya tidak berambut. Melainkan bergerigi pendek, tapi tidak tajam.

Dari hasil browsing di internet, di Indonesia namanya buah Kapulasan. Alias rambutan botak. Dan ia termasuk buah yang mulai langka. Kata Bu Asmah, ada jenis Pulasan yang buahnya besar-besar. Sayangnya kok gak saya foto, yah. Dan hanya makan buah-buahan saja perut kami sudah mulai kenyang.

Makanan berat yang Bu Asmah hidangkan pun spesial. Beliau memasak gulai jantung pohon kelapa. Aihh, saya bau tahu kalau jantung pohon buah kelapa pun bisa dimasak. Gulainya berwarna putih dan tidak pedas. Rasanya unik. Jantung kelapanya crunchy. Gulainya dimakan dengan sambal belacan. Yummy!

Kelar makan berat, Bu Asmah ke depan rumah. Mengambil beberapa buah durian.

"Ini durian lokal. Enak."

Aduhh, saya bingung mengatur isi perut. Tapi penasaran ama rasa duariannya. Apalagi pas di Jawa gak ngeliat durian. Bu Asmah membuka dua buah. Buahnya tidak terlalu besar. Ada yang daging buahnya agak putih, ada yang oranye. Dua-duanya manis. Akan tetapi yang oranye lebih maknyus. Makan tiga nyamplung, saya menyerah. Perut sudah kemlekaren, mekar. :)

Ketika kami pamit pulang, Bus Asmah masih membawakan buah tangan. Buah-buahan dan durian kupas. Masha Allah.

Sate Kajang

Perut saya masih terasa kenyang ketika kami diantar ke stasiun komuter. Pass dulu deh sate kajangnya, pikir saya. Kapan-kapan lagi kami mau datang ke Kajang. Namun Bu Asmah dan suaminya kekeuh, bahwa kami kudu mencicipi sate Kajang. hehehe.

Menu sate kajang yang ditawarkan
Dua kali warung sate kami datangi tutup. Mereka masih belum putus asa. membawa kami ke pusat kota. Akhirnya kami pun ke Sate Kajang Haji Samuri. Sebuah waralaba sate Kajang yang memiliki banyak cabang di Malaysia. Hebatnya!

Warungnya sangat besar dan luas. menempati satu kompleks gedung dua lantai. Warungnya berdinding terbuka. Kata Pak Razali, kalau akhir Minggu, bangunan dua lain ini bakal penuh pelanggan. 

Sate Kajang Haji Samuri mulai berdiri pada tahun 1992. Sedangkan penjual Sate Kajang sebelumnya bernama Haji Tasmin. Imigran asal Indonesia. Tempat jualan sate ini mirip museum mini. Di depan dipajang beberapa benda kuno milik keluarga Haji Samuri.

"Satenya mau yang apa?" tanya Bu Asmah kepada kami.

"Yang menurut Ibu enak saja," jawab saya.

Beliau kemudian memesan sate daging sapi dan ayam serta lontong. Selain itu tersedia juga sate daging kambing dan jerohan. Satenya dijual per satuan. Jadi pelanggan bisa memesan berapa saja. 

Luasnya Warung Sate Haji Samuri
Sate dateng bersama lontong, irisan mentimun, dan bumbu kacang. Setiap orang mendapat semangkuk kecil bumbu kacang. Ukuran daging satenya jumbo. 

Bu Asmah memperagakan cara makannya. Satu tusuk sate dicelupin ke dalam bumbu kacang. Lalu dimakan bersama lontong. Satenya beda dengan sate madura. Sekilas malah sudah dibumbui seperti sate Padang. Tapi bumbunya seperti bumbu sate Madura. Unik, bukan?

Setelah mencicipi keduanya, saya lebih suka sate daging sapi. Rasanya lebih nendang. Satenya enak. Meski kenyang, sate enak ini tak boleh disia-siakan. Disikat juga. Sampai waktu mau lari karena jadwal keberangkatan keomuter sudah dekat, badan saya ini rasanya berat sekali. Kebanyakan makan. Alhamdulillah, terima kasih Bu Asmah undangan dan jamuannya. Kami janji, inshaa Allah datang lagi ke Kajang. Lebih lama. :)

2 comments:

  1. mbak mbak, next time kalau ada yang nyuguhin durian, jangan lupa langsung kontak aku..... cussss langsung. hehehe

    Next cobain sate kajang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. durene huenak loh Zulfa. Opo maneh gretongan. hihihi. Yup, kudu nyobak Sate Kajange pas nang malaysia. :)

      Delete

matched content: