Saturday, December 31, 2016

Wisata Kuliner Kampung Ujung Labuan Bajo

Kulineran di Labuan Bajo
Turun dari pesawat yang membawa kami dari Denpasar ke Labuan Bajo, menginjakkan kaki kami ke bandara Komodo yang berhias gambar-gambar kadal raksasa terkenal dunia, tujuan kami sekeluarga di kota ini adalah Kampung Ujung. Atau Pendopo Kampung Ujung, menurut sebutan warga lokal. Tempat ini paling sering kami singgahi selama beberapa hari di Labuan Bajo.

Lokasinya memang strategis. Bersebelahan dengan pelabuhan, pelabuhan Pelni, dan pasar ikan. Kampung Ujung ini pusat kota Labuan Bajo,, ibukota kabupaten Manggarai Barat, propinsi Nusa Tenggara Timur.


Sisi sepanjang jalan di daerah kampung ujung dipenuhi tempat usaha. Supermarket, aneka toko, warung makan, sampai penginapan. Di waktu-waktu tertentu ia terlihat sangat ramai, dan agak macet. Jalanan utamanya tidak terlalu lebar.

Entah berapa kali kami sekeluarga ke Kampung Ujung. Baik sengaja ke sana. Mau pun sekadar lewat. Pagi, siang, paling sering malam hari. Yang bikin kami sering kemari karena memang tempat ini merupakan pusat wisata kuliner di kota Labuan Bajo.

Gorengan Kampung Ujung
Pertama datang, hari menjelang sore. Kami berkenalan dengan beberapa teman yang baru kami kenal di bandara Komodo. Rombongan dari Bandung: Mbak Tien, Pak Ruly, Pak Jack, Andika, dan seorang pemuda lokal, Iswan. Tempat nongkrong kami sebuah warung gorengan. Jualannya ubi, bakwan,  pisang, tempe, tahu, dsb. Ukurannya lumayan gede.

Teman gorengan, apalagi kalau bukan kopi Flores. Kopi organik yang ditanam orang di Wae Rebo, bagian tengah Pulau Flores. Kopinya tak terlalu kental. Dan langsung disajikan dalam keadaan manis. Menyajikannya tanpa dicampur susu kental manis. Beberapa hari ini, membuat kami ketagihan cita rasa kopi Flores. Sehingga memutuskan beli beberapa kantong. Baik untuk konsumsi sendiri mau pun buah tangan. 

Kopi Flores, enak dinikmati kapan saja
Lokasi wisata kuliner Kampung Ujung tepat berada di pinggir pantai. Daerah pantai di sini tidak berpasir putih. Melainkan berbatu-batu. Antara pantai dan tenda-tenda penjual makanan, dipisahkan oleh sebuah tembok setinggi tidak sampai satu meter. Jadi pengunjung bisa duduk-duduk di sana sekaligus menikmati suasana pantai. Di pantainya banyak bersandar kapal-kapal kayu berbagai ukuran. Ada perahu dayung. Serta perahu kayu pengangkut penumpang. 

Di bagian agak tengah membujur sebuah anjungan kayu. Kapal-kapal juga banyak bersandar di sini. Anjungan ini sering jadi tempat mondar-mandir warga lokal. Sesekali ada turis memotret. Laut di bawahnya bening. Bulu-bulu babi banyak sekali kami jumpai. Melihat kulit hitamnya yang lancip saja bikin saya begidik ngeri.

Sepanjang pagi hingga sore hari, kampung ujung tak terlalu ramai. Penjual makanan tidak sampai memenuhi sekitar 30 tenda yang berderet di sana. Yang ada penjual bakso, serta gorengan. Ukurannya lumayan besar. Penjulanya menggoreng di wajan besar, dan kompornya dari bekas drum. Lepas maghrib, makin semarak. Penduduk lokal berbaur dengan wisatawan, mencari makanan laut terbaik di kota. 

Ikan segar, fresh from the sea
Ikan-ikan dan produk laut yang dijual di Kampung Ujung berasal dari nelayan setempat. Di pagi dan siang hari, ikan-ikan segar banyak ditemui di pasar ikan. Lokasinya tepat berada di samping pendopo Kampung Ujung. 

Ikan-ikan segar serta kepiting, udang, cumi, dipaajang di depan rombong penjual makanan. Ditumpuk di atas es batu. Calom pembeli tawar menawar harga ikan yang diinginkan. Setelah harga disepakati, baru deh ikannya diolah oleh pemilik warung. Mau dibakar atau digoreng. Nasi, lalapan, sambal, minuman ringan juga tersedia. 

Meja-meja makanan hampir selalu penuh di malam hari. Apalagi kalau malam minggu. Susah banget dapat tempat duduk kosong. Bahkan orang asing pun tak jarang terlihat makan di tempat ini. 

Hmmmm, ikan bakar menggoda selera
Penjual makanan di tempat ini kebanyakan orang Jawa. Jadi bahasa Jawa terdengar di mana-mana. Baksonya enak-enak. Saya sempat mencicipi makan di dua warung bakso berbeda di Kampung Ujung. Dua-duanya sedap. Begitu pula dengan ayam lalapan, nasi goreng, mie goreng. Yang nggak sempat kami coba adalah masakan Padang. Yang juga mudah sekali ditemui di Labuan Bajo. 

Kalau soal harga makanan, di sini agak mahal dibanding di Jawa. Wajar saja sih, banyak bahan harus didatangkan dari luar. Ongkos transportasi pun bertambah. Ditambah pula, wilayah ini wisatawannya juga ramai. Untuk seporsi mie goreng atau nasi goreng misalnya, harganya rata-rata 25 ribu rupiah. Nasi tempe penyet 15 ribu. Ayam goreng lalapan 30 ribu. Akan tetapi porsinya lumayan besar dan mengenyangkan. Selain ikan goreng dan bakar, di Labuan Bajo juga terdapat menu sup ikan di beberapa rumah makan. 

1 comment:

  1. Kapan lalu aku makan soto suroboya, rata2 yang jualan makanan dari jawa atau makassar

    ReplyDelete

matched content: