|
Seblak Sedap Ceker |
Jikalau terdahulu
mencoba mencicipi seblak instan dan batagor instan, kali ini saya mencoba
membuat seblak sendiri di rumah. Seblak atau bahasa di kampung saya ebel-ebel
ini terbuat dari kerupuk sumber sari yang berwarna oranye. Variasi seblak ini
bermacam-macam, karena variasinya ini menjadikan seblak naik daun dan mulai
banyak di jual. Mulai pedagang kaki lima hingga resto mahal yang menyajikan
aneka hidangan kampung.
Yang sekarang ini, pilihan seblak bermacam-macam, ada
yang memakai mie instan, spaghetti, macaroni aneka bentuk, kerupuk sumber sari
yang berwarna oranye, kerupuk udang kecil-kecil, kerupuk bawang yang berwarna
putih, dan aneka macam kerupuk lainnya.
Saya tidak tahu
siapa sih yang awalnya membuat seblak atau ebel-ebel ini. Yang saya tahu,
seblak atau ebel-ebel ini dibuat saat main masak-masakan saat sekolah dasar
dulu. Memakai tungku dari batu bata yang di susun, pakai kayu bakar dari
ranting-ranting, menggunakan wajan kecil yang di beli di pasar.
Kami main
masak-masakan ini saat liburan sekolah tiba, di halaman nenek saya yang luas,
di bawah pohon jambu klutuk, dan di dekat pohon-pohon coklat dan cengkeh aahh
indahnya masa itu. Sebelumnya kami anak-anak, saya dan sepupu dan tetangga di
rumah nenek meminta ijin dahulu sama orang tua masing-masing karena akan
bermain menggunakan api dan memasak yang akan kami makan. Biasanya salah satu
dari kami, orang tuanya akan mengecek beberapa kali, untuk memastikan
anak-anaknya aman. Ijin juga di perlukan, karena kami meminta bumbu-bumbu dapur
dan beras.
Ya, selain memasak
seblak, kami biasanya membuat nasi liwet, yang biasa kami sebut liliwetan. Karena
nasi agak sedikit besar porsinya, biasanya kami meminta tolong asisten nenek
untuk membuatnya, walau tetap saja kami merengek-rengek minta asisten
memasaknya di atas kompor batu bata buatan kami. Anak laki-laki yang lebih
besar akan mengambil haremis, kerang yang mudah di ambil di selokan, airnya
sangat jernih karena berasal dari mata air, nenek saya tinggal di daerah
pegunungan dan perkebunan, jadi jaman itu semuanya masih serba alami. Biasanya setelah
main liliwetan dan kenyang, saya masih saja mencari buah coklat yang matang di
pohon, setelah memetik dan beberapa kali gagal akhirnya menemukan 1 buah coklat
matang yang manis, ceritanya buah coklat itu sebagai makanan penutup, hehe… dan
masih teringat setelah memetik buah coklat, malamnya nenek akan mengomeli saya,
karena katanya saya tidak sabar dan menyia-nyiakan buah coklat yang masih
mentah di petik dan di buang, maafkan atas kenakalan saya ya nek…. Ehm…. Indah sekali
masa-masa itu.